Kebersihan Di Pasar .
Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Surabaya bersih - bersih di pasar Soponyono .
Siap membesihkan ...
sudah bersiiihh ...
Jumat, 30 Mei 2014
Mojo, Kediri
Syair Cinta .
Puisi untuk kekasih ..
Tapi pujilah Allah
Yang menciptakan Langit & Bumi
Jangan percaya
Denga kata-kata bijakku
Tapi percayalah Firman Allah yang Maha Benar
Jangan masukkan namaku di hatimu
Tapi masukkan nama Allah
Hingga hatimu tenang
Jangan sedih jika cintamu di dustakan
Tapi sedihlah jika engkau dustakan Allah
Jangan pula engkau minta cinta kepada penyair
Tapi mintalah kepada Allah
yg memiliki cinta yg kekal dan sejati
Ya Allah yang Maha Rahman & Rahim
Jangan jadikan hatiku batu yg mengeras
Hingga lupa akan rahmatMu
Dimanakah ku harus berlabuh...
Saat semua dermaga menutup pintu,
Dan berkata "ini bukan untukmu..."
"Segara menjauh karna disini bukan tempatmu...!!!"
Ya Allah…
.
Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh…???
Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru.
Sampai kapan ku harus arungi waktu,..
Ku lelah Menunggu suatu yang tak pasti walau hanya Satu,..
Ya Allah...
Beri aku penerang jalan-Mu
Agar tak tersesat saat ku melaju...
Kuatkan awak kapalku,
Saat badai menghalangi jalanku
Ya Allah...
Tetaplah disisiku,
Jangan Engkau menjauh dariku...
Karna ku mati tanpa hadir-Mu
Sekar , Bojonegoro .
Syair Cinta .
~DILEMA CINTA~
Masihkah kau ingat aku
Orang yang dulu pernah mencintaimu
Masihkah kau ingat ketulusan cintaku
Yang rela terluka demi kebahagiaanmu
Cukup lama waktu ku rengkuh
Menelan pahit
Karena ingin melupakanmu
Tak jua mengering air mata ini
Saat ku tau kau memilih yang lain
Kini ku ingin pergi dari hidupmu
Agar tak bertambah parah luka di hatiku
Maafkan aku yang tak bisa menerima maafmu
Karena terlalu dalam rasa sakit yang kau berikan padaku ..
Sekar , Bojonegoro .
Syair Cinta .
~Dahaga Ditengah Lautan~
Laksana menanti turunnya hujan,
di bawah kemarau yang panjang.
Walauku ditengah-tengahlautan,
tapi yang kurasa hanya kehausan.
Hanya gumpalan awan kelabu,
menari-nari di langit yang biru.
Berlalu ketika bayu menyapu,
dan menyisakan serpihan pilu.
Tapi kuyakin...
Tak selamanya panas hingga petang,
awan nan lalu kembali bergelimang.
Jambangan hati yang lama gersang,
tercurahi rinai hujan yang bandang.
Pasar Soponyono - Rungkut .
Syair Cinta .
~Lagu Masa Lalu~
Kala kusendiri...
Tak terasa menitiklah air mata ini,
Ketika kudengar lagu rintihan Ibu
Pertiwi.
Karena anganku terseret kemasa
lalu,
Saat kunikmati masa-masa kecil dulu.
Aku masih bisa menjelajah
keindahan,
Dari ramahnya pesona desa ke desa.
Meniti petak-petak sawah dan sungai,
rebah didanau menghirup udara
jernih.
Aku masih bisa menitikkan air mata,
Bila mengingat anak-anakku kelak,
Tak lagi terjamah oleh kenanganku,
Karna tak ada lagi dihati mereka,
Lagu tentang kecintaan tanah air,
Yang bergema dalam kehidupannya.
Ketakutanku dihati mereka...
Tak ada lagi Nyiur Hijau,
Tak ada lagi Indonesia Pusaka,
Juga Rayuan Pulau Kelapa.
Dihati mereka...
Tak ada lagi Pantai Yang Sepi,
Tak ada lagi Serumpun Padi,
Tak ada lagi Ibu Pertiwi,
Tak ada, dan tak ada lagi...
PAC .IPNU RUNGKUT .
Pesan Bijak .
"
ketenangan batin bisa diperoleh dengan kemauan hidup bersama
tanpa harus saling menyakiti , fisik maupun nonfisik . Saling
menghargai , saling menyadari kekurangan dan kelemahan diri serta
menempatan diri pada posisi tepat dan memposisikan orang ain
tidak lebih tidak kurang .
* KH. M. Cholil Bisri.
Masjid Tholabuddin
ISTIKHARAH POLITIK KITA, PARTAI ISLAM?
Asy-Syaikh
M. Said Ramadhan al-Buthi pernah diajak untuk membuat Partai Islam oleh
Presiden Hafez Asad. Beliau ditanya: “Anda adalah pemuka Islam yang disukai
rakyat Suriah. Kenapa tidak membuat partai berbasis Islam supaya aspirasi
Muslim tersalurkan, karena mungkin mereka tidak suka partai sekuler seperti
partai Baath?”
Syaikh
al-Buthi menjawab: “Oke, mungkin saya istiqamah pada Islam, mungkin saya bisa
jadi teladan yang baik dalam berpolitik, dan saya yakin dalam setahun saya bisa
mendapat jutaan pendukung. Tapi, apa saya bisa memastikan orang-orang yang
mengikuti partai Islam saya benar-benar mencerminkan akhlak Islam? Kalaupun
ketika saya hidup mereka menjadi seperti saya, apa Anda bisa yakin kalau saya
sudah mati mereka tetap seperti itu? Kalau mereka berbuat salah, Islam yang
dibawa-bawa, padahal Islam bukan diwakili oleh partai.
Kemudian,
kalau saya menjadi ketua partai, saya akan merasa mendzalimi umat Islam lainnya
yang tidak masuk partai saya. Kalau suatu saat anggota partai saya berbuat
salah, orang partai lain menghujat anggota partai saya, saya pastinya akan
mendukung anggota saya dan membelanya. Sedangkan saya tahu dia salah dan orang
partai lain yang benar. Tapi karena dia orang partai saya, saya membela dia. Saya
jadi sangat dzalim!
Biarlah
saya berdakwah seperti ini, tanpa bawa-bawa partai. Kalau mau berdakwah ,jangan
sampai kamu dipolitiki. Kalau mau berpolitik kamu harus tahu agama, tapi jangan
dekati mimbar.” (Disadur dari tulisan Ustadz
Ichwands).
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap
Jaktim 21 April 2014 .
Rungkut , Surabaya .
Syair Cinta .
~Waktu Yang Terbuang~
Jika kau merasa kuamat berarti,
Tentu sikapmu tak sedingin ini,
Acuhmu membuatku tak mengerti,
Sehingga terasa batinku tersakiti.
Bukankah selama kita berjalan,
Telah terjalin seutas tali ikatan,
Dengan seribu janji terucapkan,
Takkan pernah ada perpisahan.
Andai dapat kukembalikan waktu,
takkan pernah ku mengenalmu.
Takkan pernah kumengenal pilu,
Takkan terbuang sia-sia waktuku.
Jangan pernah menyalahkan,
Jika kuberhenti pedulikanmu,
Karna kau yang kupedulikan,
Tak menganggap keberadaanku.
PAC .IPNU RUNGKUT .
KH. Masduqi Mahfudz; Aku Diajak Rapat Ambek Gus Dur .
Nasab dari Ayah
Nasab dari Ibu
- Muainamah (Alm.)
- Achmad Fahrurrazi (Alm.)
- Khadijah (Alm.)
- Achmad Masduqi (Alm.)
- Sa’adah (Jepara)
- Achmad Said (Alm.)
- Sofiyah (Alm.)
- Achmad Shohib (Alm.)
- Achmad Zahid (Malang)
- Ahmed Mas’udi (Jakarta)
- Achmad Zahri (Alm.)
- Achmad Maskuri (Alm.)
- Aslihah (Malang)
- Achmad Mujab (Jepara)
Dari keempat belas putra-putri Nyai Chafsoh ini, tujuh diantaranya
meninggal dunia ketika masih kecil dan remaja. Kyai Masduqi merupakan
putra keempat dan merupakan putra sulung yang hidup.
Kehidupan Keluarga
KH. Achmad Masduqi Machfudz dikenal sebagai orang yang cukup sederhana
dalam kehidupan sehari-harinya. Corak kehidupan keluarga yang beliau
bangun sama sekali jauh dari citra kemewahan. Kesederhanaan yang
dicitrakan Kyai Machfudz sangat membias pada keluarga Kyai Masduqi.
Terlebih sejak kecil, Kyai Masduqi sangat gigih dalam menekuni bidang
keilmuan terutama ilmu agama. Salah satu prinsip hidup beliau adalah:
“Kalau kita sudah meraih berbagai macam ilmu terlebih ilmu agama, maka
kebahagiaan yang akan kita capai tidak saja kebahagiaan akhirat, akan
tetapi kebahagiaan duniapun akan teraih.”
Dari hasil pernikahannya dengan Nyai Chasinah putri dari KH. Chamzawi
Umar pada 7 Juli 1957 dalam usia 22 tahun, beliau dikaruniau 9 orang
anak, yaitu:
- Mushoddaqul Umam, S.Pd. Ia lahir di Tarakan Kalimantan Timur, tanggal 21 Juli 1958. Saat ini di kediamannya di Jl. Danau Kerinci IV, E15, disamping kesibukan sehari-hari menjadi Wakil Kepala Sekolah SMU 10 dan pengajar pada MA Al-Maarif Singosari, S1 bahasa Inggris yang pernah mondok di Pesantren Roudhatut Tolibin Rembang ini, juga merintis majlis ta’lim untuk orang tua dan siswa SD, SMP, SMU dan mahasiswa.
- Muhammad Luthfillah, SE. Ia dilahirkan di Rembang Jawa Tengah pada tanggal 28 Oktober 1959. Sarjana Ekonomi dari UNIBRAW yang sebelumnya menempuh pendidikan di Pesantren Roudlotul Tolibin Rembang ini, saat ini menjadi pengurus PP. Pagar Nusa dan anggota DPRD Jatim dari fraksi FKB.
- dr. Moch. Shobachun Niam SpB-KBD. Ia dilahirkan di Samarinda Kalimantan Timur pada 25 Agustus 1961, sambil berdinas di RSU Polmas Sulawesi, alumnus Pesantren Roudlotut Tolibin Rembang ini juga menjadi pengurus wilayah NU Sulawesi Selatan.
- M. Taqiyyuddin Alawiy, dilahirkan di Malang pada 8 April 1963. Setelah menyelesaikan studi di Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, ia meneruskan studi di Fakultas Tehnik UNISMA Malang. Saat ini, disamping menjadi dosen di Institusi yang sama, juga menjadi Rais Syuriah MWC Kedung Kandang Malang.
- Dra. Roudlotul Hasanah, dilahirkan di Malang pada 8 Maret 1965. Setelah mondok di Pesantren Tambakberas Jombang, ia memperoleh gelar Sarjana Bahasa Inggris di IAIN Malang (sekarang UIIS). Dalam kesehariaannya mengajar di MTSN Sepanjang Gondalegi Malang, juga menjadi salah seorang tenaga pengajar pada Pesantren Nurul Huda Malang.
- Isyroqunnadjah, M.Ag., dilahirkan di Malang pada 18 Februari 1967. Ia menyelesaikan studi S2 di PPS IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Saat ini alumnus Pesantren Lirboyo Kediri ini, disamping menjadi Ketua Program Bahasa Arab pada UIIS, juga menjadi wakil sekretaris Rabithah Ma’ahidil Islam, Cabang Malang.
- Dra. Badiatus Shidqoh, dilahirkan di Malang pada 11 April 1968. Saat ini alumnus Pesantren Tambakberas Jombang ini menjadi tenaga pengajar pada STIE Malangkucecwara Malang.
- Fauchatul Fithriyyah. S.Ag. dilahirkan di Malang pada 25 Agustus 1970. Ia memperoleh gelar sarjana di STAIN Malang (sekarang UIIS) setelah sebelumnya mondok di PP. Maslakul Huda Kajen Pati Jateng. Kesibukannya yaitu mengelola beberapa TPQ binaan Pesantren Nurul Huda, juga menjadi tenaga pengajar pada Pesantren Nurul Huda Malang.
- Achmad Shampton Masduqi, SHI. Ia dilahirkan di Malang pada 23 April 1972. Selepas SMP ia mondok di Pesantren Lirboyo Kediri dan beberapa pesantren di sekitar Kediri. Memperoleh gelar sarjana di STAIN Malang (sekarang UIIS), saat ini menjadi khodim Pesantren Nurul Huda.
Sebelum memasuki dunia perkuliahan seluruh putra dan putri beliau tanpa
kecuali diharuskan mengenyam pendidikan di pesantren. Ini merupakan
prinsip yang ditanamkan Kyai Masduqi kepada para putra-putrinya. Dari
pengalaman mengaji di pesantren ini, meskipun background pendidikan
putra-putri beliau beragam, mereka mampu menjalankan amanah dakwah di
tengah-tengah masyarakat.
Pendidikan Formal
KH. Achmad Masduqi Machfudz terlahir di tengah-tengah keluarga religius
yang taat dan fanatik terhadap agama Islam. Sehingga sejak kecil beliau
sudah dihiasi dengan tingkah laku, sikap dan pandangan hidup ala santri.
Karena itu pula, Kyai Machfudz orangtuanya, tidak menghendaki Kyai
Masduqi kecil untuk bersekolah di sekolah umum, cukup di sekolah agama
saja.
Tetapi larangan ini tidak mematahkan semangat Kyai Masduqi kecil untuk
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak terbatas hanya di
bidang agama saja. Dengan semangat tinggi, Kyai Masduqi menimba ilmu di
pesantren dan sekolah umum dengan biaya sendiri dengan menyempatkan
berkeliling menjual sabun dan kebutuhan yang lain tanpa sepengetahuan
kyai atau orangtuanya sendiri.
Adapun pendidikan formal yang telah beliau selesaikan antara lain:
- Sekolah Rakyat di Jepara (1942-1948)
- SMP di Jepara (1950-1953)
- Sekolah Guru Hakim Agama/SGHA di Yogyakarta (1953-1957)
- IAIN Sunan Ampel Malang (1962-1966)
- IAIN Sunan Ampel Malang program doktoral (1975-1977).
Ketekunan, keuletan dan semangat juang yang tinggi, Kyai Masduqi
akhirnya mampu meraih berbagai macam ilmu pengetahuan baik di bidang
agama maupun pengetahuan umum.
Pendidikan non Formal
KH. Achmad Masduqi Mahfudz sejak berusia 5 tahun tepatnya pada tahun
1939 sudah disekolahkan di madrasah ibtidaiyah di kampungnya yang pada
waktu itu dikenal dengan istilah “Sekolah Arab”, karena di sini
pelajarannya semua berbahasa Arab. Beliau belajar di sekolah ini selama
kurang lebih lima tahun yaitu dari tahun 1939-1944. Di sinilah beliau
mulai mempelajari dasar-dasar berbahasa Arab dan agama Islam.
Kemudian setelah beliau menyelesaikan sekolahnya dan mempunyai dasar
yang cukup, beliau meneruskan belajarnya di Pondok Pesantren Jepara. Di
sini beliau belajar kurang lebih selama 8 tahun, yakni dari tahun 1945 -
1953, dan menyelesaikan Madrasah Tsanawiyah pondok selama 3 tahun.
Pondok Pesantren Jepara ini diasuh oleh Kyai Abdul Qadir, di sini beliau
belajar ilmu-ilmu alat yakni nahwu dan sharaf, fiqih, tauhid dan
lain-lain. Karena beliau belajar di sini sudah cukup lama, maka tidak
heran jika ilmu-ilmu tersebut sedikit banyak telah beliau kuasai.
Setelah menyelesaikan pelajarannya di pondok pesantren Jepara, beliau
masih merasa belum cukup ilmu pengetahuan agamanya, dan akhirnya beliau
pergi untuk belajar di Pondok Pesantren Krapyak.
Kisah Saat Mondok di Krapyak
“Aku heran dengan cara Mbah Ali mendidikku. Pada mulanya aku disuruh
sorogan Ta’limul Muta’allim. Belum sampai khatam sudah disuruh ganti
Taqrib. Baru selesai bab haji disuruh ganti kitab lain lagi. Begitu
seterusnya aku gonta-ganti kitab tanpa satu pun mengkhatamkannya.
Rasanya manfaat yang kuperoleh bukan terutama dari kitab yang kubaca,
tapi karena sering memandangi wajah Mbah Ali saja.”
Kiyai A. Masduqi Machfudh (Pengasuh PPSSNH Malang), Rais Syuriyah PBNU,
menceritakan bahwa Mbah Ali memiliki maziyah (keistimewaan) bisa
mentransfer ilmu tanpa mengajar secara verbal. Pada waktu pertamakali
datang ke Krapyak –mungkin sekitar tahun 50/60-an, Santri Masduqi diajak
mengikat janji oleh Mbah Ali: “Kalau kamu sanggup tinggal di pondok
nggak pulang-pulang sampai tiga tahun penuh, kujamin kamu akan jadi
lebih alim ketimbang yang sudah mondok 15 tahun tapi bolak-balik
pulang”, begitu akadnya.
Santri Masduqi benar-benar melaksanakan akad itu. Pada akhir tahun
ketiga, barulah ia pamit pulang. Sebelum mengijinkan, Mbah Ali meraih
tangan Santri Masduqi dan membawanya ke meja makan: “Ayo makan bareng
aku”, kata beliau.
Tapi ketika Santri Masduqi hendak meraih centong nasi, Mbah Ali melarangnya: “Kamu duduk saja!”
Lalu tanpa terduga beliau mengambilkan nasi untuk santrinya itu,
meladeninya dengan sayur dan lauk-pauk hingga minuman sesudah makan,
seolah Mbah Ali-lah yang menjadi khadam.
“Sejak saat itu”, kisah Pakdhe Masduqi, “tak ada kitab yang sulit
bagiku. Setiap ada lafadz yang tak kuketahui maknanya, seperti ada yang
membisiki telingaku, member tahu artinya…”
Aku percaya pada Pakdhe Masduqi, walaupun barangkali beliau menceritakan
ini sekedar untuk membesarkan hatiku ketika beliau ta’ziyah
meninggalnya ayahku. Mungkin juga aku percaya karena terdorong
ketidakpahamanku akan metode pendidikan Mbah Ali. Setiap santri seolah
diperlakukan khusus, dengan cara yang berbeda dari lainnya. Sepupuku
yang sekamar denganku tidak cukup disuruh menulis saja. Ia diperintahkan
ngeblad tulisan kitab. Santri lain disuruh mengumpulkan maqolah-maqolah
dari berbagai kitab. Seorang santri baru malah diperlakukan dengan
“sangat demokratis”.
“Kamu sorogan ya, Nak”, kata Mbah Ali kepada anak yang baru lulus SD itu.
“Sorogan itu apa, Mbah?”
“Setiap habis Shubuh kamu baca kitab di depanku”, Mbah Ali sabar.
“Kitab itu apa, Mbah?” Kuper nian anak itu.
“Kitab itu ya buku.”
“Yang dibaca buku apa?”
“Terserah kamu…”
Pagi itu, di tengah membaca kitabku di hadapan Mbah Ali yang dirubung
santri-santri, aku kaget oleh suara lantang anak baru di sebelahku:
“Pulau Buton menghasilkan aspal…!”
Kulirik “kitab” yang dipegangnya: PELAJARAN GEOGRAFI KELAS I SMP!
(Terong Gosong, digagas oleh mantan juru bicara Presiden RI era
Abdurrahman Wahid, KH. Yahya Cholil Staquf).
Berawal dari Mushalla, Merintis Pesantren Nurul Huda
Sejak tahun 1957 beliau mengajar di berbagai sekolah di Kalimantan, seperti di Tenggarong, Samarinda dan Tarakan.
Tahun 1964 melanjutkan studi di IAIN Sunan Ampel Malang, sekaligus
sebagai dosen Tadribul Qiraah (Bimbingan Membaca Kitab), bahasa Arab,
akhlak dan tasawuf. Di tengah kesibukan sebagai dosen dan pengasun
pesantren, beliau “melayani” pengajian di berbagai masjid di daerah
Malang dan Jawa Timur terutama yang sulit dijangkau oleh kebanyakan dai,
mubaligh dan kyai.
Pemahamannya terhadap kitab gundul sangat dalam, baik ketika dalam
pembahasan masalah di forum Majlis al-Bahtsi wa al-Muhadlarah
ad-Diniyyah, kodifikasi hukum Islam, bahtsul masail, maupun tanya jawab
hukum Islam pada majalah Aula. Sehingga jabatan Katib Syuriyah selama 15
tahun, Rois II Syuriyah sejak 1985, dan Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur
hingga 2007 sangat tepat baginya.
Pesantren Nurul Huda yang dirintisnya bermula hanya sebuah mushalla
kecil yang berada di Mergosono gang 3B. Mushalla yang sebelumnya sepi
oleh aktivitas ibadah mulai digalakkan semenjak ia berdomisili di situ
ketika meneruskan pendidikannya di IAIN Sunan Ampel Cabang Malang.
Karena keahliannya dalam bidang agama, banyak mahasiswa yang nyantri
kepadanya dan kemudian terus ia semakin dikenal dan semakin banyak orang
belajar agama sampai akhirnya mushalla kecil tersebut menjadi pesantren
yang sesungguhnya.
Uniknya, dalam pendirian pesantren yang saat ini berlantai 3 itu, KH.
Achmad Masduqi Mahfudz belum pernah meminta sokongan dari masyarakat
sedikitpun. Beliau hanya mengandalkan dengan amalan bacaan shalawat
sebanyak 10.000 kali. Dengan berkah shalawat itulah beliau memohon
kepada Allah untuk pesantrennya dan putra-putrinya. Keampuhan
shalawatnya terbukti dengan berdirinya Pesantren Nurul Huda yang megah
serta kesemua anaknya berhasil lulus sarjana.
Ulama yang Mumpuni Ilmu Agama dan Ilmu Dunia
Beliau merupakan salah satu ulama yang mumpuni dan dalam memberikan
materi tidak monoton tapi dari satu materi bisa menjabarkan luas. Jamaah
pun menyimak dengan puas dan semua bisa menerima materi yang
disampaikannya. Karena cara penyampaiannya mengikuti tingkat kemampuan
jamaahnya.
Pengetahuan yang beliau miliki sangat luas tidak saja dalam masalah
ukhrawi tapi juga duniawi, termasuk masalah teknologi, sosial budaya
dlsb.
Di Malang dekade tahun 80/90-an ada beberapa kyai yang memiliki kesamaan
dalam memberikan materi seperti beliau, seperti Kyai Durajak (KH.
Abdurrazaq), Kyai Nabrawi Kasin dan Kyai Mahfudz Blimbing (KH. Mahfudz
Asasi).
Masih ingat jelas, tahun 90-an beliau mengajar di Masjid Qudsi Malang.
Kelihatan beliau nampak letih dan menyampaikan materi kitab Irsyadul
‘Ibad nampak lelah (mungkin hari itu jadwal beliau sangat padat). Takmir
masjid berinisiatif menukar air putih dengan kopi dan disediakan
tegesan (asbak). Kontan wajah beliau sumringah dan “clinggg...” beliau
menyalakan korek zipponya. Akhirnya beliau menyampaikan materinya dengan
semangat dan jamaah menerimanya dengan suka cita. (Penuturan Ustadz
Didik Isnanto).
Kyai yang Teguh Berprinsip
Al-Maghfurlah KH. Achmad Masduqi Mahfudz in Memoriam. Ketika seorang
santri membela kiainya dari berbagai serangan kiri-kanan, apa yang
diharapkan nanti dari doanya?
Dalam Muktamar NU di Solo tahun 2004, KH. Masduqi Mahfudz diserang
anak-anak muda liberal sebagai kiai jumud dan anti-progresif. Pasalnya,
sang kiai kharismatik ini menolak hermeneutika dan Islam liberal masuk
dalam agenda Muktamar.
Saya lalu membela sang kiai dalam forum Muktamar itu. Lalu saya tuangkan
dalam buku “Islam Pascakolonial” di bab 7, pas buku ini terbit di tahun
2005. Waktu membela beliau itu, doa saya hanya satu: “Ya Allah
mudahkanlah saya membaca khazanah keilmuan pesantren dalam
literatur-literatur bahasa Belanda dari abad 16 hingga abad 20. Semoga,
ketika sang kiai bertemu Sang Khaliqnya, beliau bisa menyampaikan doa
saya tersebut ke sana dan didengar oleh para malaikat,” kenang KH. Ahmad
Baso, sang muallif Pesantren Studies.
Isyarat Kewafatan KH. Achmad Masduqi Machfudz
Gus Ahmad Mundzir menceritakan tentang kesaksiannya di detik-detik
mangkatnya KH. Achmad Masduqi Mahfudz. Saat itu KH. Masduqi sedang
dirawat di RS Saiful Anwar. Beliau berkata dalam keadaan setengah sadar,
bahwa beliau diajak rapat sama Gus Dur.
Kemudian ibu bertanya: “Wonten nopo Bah?” (Ada apa Bah).
Jawab KH. Masduqi: “Aku diajak rapat iki, ambek Gus Dur. (Saya sekarang
diajak rapat sama Gus Dur). Maafkan Abah bila ada salah. Bagi yang
merasa mempunyai hak adami atas Abah, saya dan saudara-saudara bersiap
menanggungnya, sampaikan kepada kami.”
Sebelumnya, dalam kondisi masih sakit, KH. Achmad Masduqi Mahfudz
berkata kepada putranya: “Setelah 7 harinya Mbah Sahal, akan ada barisan
mergosono.” Ternyata barisan mergosono itu adalah mu’azziyin (para
pentakziah).
Akhirnya KH. Achmad Masduqi Machfudz wafat pada hari Sabtu, tanggal 1
Maret 2014 sekitar pukul 17.27 WIB di Rumash Sakit Saiful Anwar Malang.
Lahu al-Fatihah…
Kamis, 29 Mei 2014
Pasar Soponyono - Rungkut .
Syair Cinta .
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu
http://kumpulansyairsufi.blogspot.com/2010/06/syair-cinta-sufi-rabiah-al-adawiyah-al.html
Masjid Tholabuddin
kisahWaliyullah .
Habib Sholeh Tanggul
Setiap tahunnya pada tanggal 10 Syawal
, manusia tumpah ruah di sepanjang jalan menuju Masjid Riyadus
Shalihin, Tanggul, Jember. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru
tanah air serta ada pula yang datang dari luar negeri untuk memperingati
haul Al Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid, yang lebih akrab dengan
sebutan Al Habib Sholeh Tanggul.
Beliau lahir di Korbah Ba Karman, Wadi ‘Amd, sebuah desa di Hadramaut,
pada tahun 1313 H. ayah beliau, Al Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid
terkenal dengan sebutan Al-Bakry Al-Hamid, seorang yang sholeh dan ulama
yang sangat dicintai dan dihormati masyarakat manapun beliau berada.
Ibundanya adalah seorang wanita Sholehah bernama ‘Aisyah, dari keluarga
Al-Abud Ba Umar dari Masyaikh Al-‘Amudi. Beliau mulai mempelajari
Al-Qur’an dari seorang guru yang bernama Asy-Syeikh Said Ba Mudhij, di
Wadi ‘Amd, yang dikenal sebagai seorang yang sholeh yang tiada
henti-hentinya berdzikir kepada Allah. Sedangkan ilmu fiqih dan tasawuf
beliau pelajari dari ayah beliau sendiri Al-Habib Muhsin bin Ahmad
Al-Hamid.
Pada usia 26 tahun, bertepatan pada keenam tahun 1921 M, Al-Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut dan hijrah menuju Indonesia, beliau ditemani oleh Syeikh Fadli Sholeh Salim bin Ahmad Al-Asykariy. Sesampainya di Indonesia beliau singgah beberapa hari di Jakarta. Mendengar kedatangan Al-Habib Sholeh, sepupu beliau Al-Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid, meminta Al-Habib Sholeh untuk singgah di kediamannya di kota Lumajang. Lalu Al-Habib Sholeh pun tinggal sementara di Lumajang. Setelah menetap beberapa waktu, kemudian beliau pindah ke Tanggul, Jember. Dan akhirnya beliau menetap di tanggul, hingga akhir hayat beliau.
Suatu ketika, datanglah ilham
rabbaniyah kepada beliau untuk melakukan uzlah. Untuk mengasingkan diri
dari gemerlap duniawi dan godaannya, menghadap dan bertawajjuh kepada
kebesaran sang pencipta. Dalam khalwatnya, beliau senantiasa mengisi
waktu-waktunya dengan membaca Al-Qur’an, bershalawat dan berdzikir
mengagungkan asma Allah. Dan hal itu berlangsung selama lebih dari 3
tahun. Hingga pada suatu saat dalam khalwatnya, beliau didatangi oleh
guru beliau, Al-Imam Al-Qutub Al-Habib abubakar bin Muhammad Assaqof,
dalam cahaya yang bersinar terang. Selanjutnya Al-Habib Abubakar
mengajak beliau keluar dari khalwatnya, lalu memerintahkan Al-Habib
Sholeh untuk datang ke kediamannya di kota Gresik. Sesampainya di rumah
Al-Habib Abubakar, Al-Habib Sholeh diminta untuk mandi di jabiyah (kolam
mandi khusus di kediaman Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assaqof,
Gresik). Kemudian Al-Habib Abubakar memberinya mandat dan ijazah dengan
memakai jubah, imamah dan sorban.
Al-Habib Sholeh berdakwah kepada masyarakat sekitar dengan tak kenal lelah, beliau mengajak umat untuk selalu shalat berjama’ah dan tidak meninggalkannya. Antara magrib dan Isya beliau isi dengan membaca Al-Qur’an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar, beliau membaca kitab Nashaih Dinniyah, karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang beliau uraikan dengan bahasa Madura sebagai bahasa masyarakat setempat. Tujuannya agar masyarakat faham dengan apa yang beliau disampaikan. Berbagai aktivitas dakwahnya, antara lain beliau lakukan dengan mengadakan berbagai pengajian. Beliau dikenal karena akhlaknya yang begitu mulia, beliau tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan beliau berusaha menyenangkan hati mereka, sampai-sampai beliau tidak pernah menolak permintaan orang. Seolah apa pun yang beliau miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan. Beliau selalau melapangkan hati orang-orang yang sedang dalam kesusahan dan menyelesaikan masalah-masalah bagi orang yang mempunyai masalah. Keihklasan hati, akhlak serta keluhuran budi pekertinya membuat beliau sangat dicintai dan dihormati oleh masyarakat. Semua orang yang berada di dekatnya akan merasa nyaman. Bahkan setiap orang yang mengenal beliau akan merasa bahwa dialah orang yang akrab dengan sang habib ini. Ini karena perhatian beliau yang begitu besar terhadap semua orang yang ditemuinya. Beliau seorang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap faqir miskin, para janda dan anak yatim.
Rumah beliau tidak pernah sepi dari para tetamu yang datang, beliau sering mendapat kunjungan dari berbagai tokoh ulama, bahkan para pejabat tinggi Negara sekalipun. Mereka datang untuk bersilahturahmi sampai membahas berbagai permasalahan kehidupan. Al-Habib Sholeh melayani para tetamunya dengan penuh suka cita, siapa pun yang bertamu akan dijamu sebaik mungkin. Beliau menimba sendiri air sumur untuk keperluan mandi dan wudhu para tamunya. Al-habib Sholeh begitu hormat kapada tamunya, bahkan sebelum tamunya menikmati hidangan yang telah disediakan, beliau tak akan menyentuh hidangan itu. Beliau baru makan setelah hidangan itu disantap oleh para tamunya. Sebagaimana Sabda Rasul : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya”. Beliau selalu menasehatkan kepada para tamunya akan tiga hal, pertama, pentingnya menjalankan halat 5 waktu dan ancaman bagi siapa yang meninggalkannya,kedua, besarnya kedudukan orangtua dan kewajiban berbakti kepada keduanya, serta ancaman bagi siapa yang mendurhakainya, ketiga, pentingnya menjaga hubungan silahturahmi, beliau menegaskan bahwa orang yang menjaga hubungan silahturahmi dengan baik, maka Allah akan memanjangkan usianya, mempermudah urusannya dan memperbanyak rizqinya.
Al-Habib Sholeh berdakwah kepada masyarakat sekitar dengan tak kenal lelah, beliau mengajak umat untuk selalu shalat berjama’ah dan tidak meninggalkannya. Antara magrib dan Isya beliau isi dengan membaca Al-Qur’an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar, beliau membaca kitab Nashaih Dinniyah, karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang beliau uraikan dengan bahasa Madura sebagai bahasa masyarakat setempat. Tujuannya agar masyarakat faham dengan apa yang beliau disampaikan. Berbagai aktivitas dakwahnya, antara lain beliau lakukan dengan mengadakan berbagai pengajian. Beliau dikenal karena akhlaknya yang begitu mulia, beliau tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan beliau berusaha menyenangkan hati mereka, sampai-sampai beliau tidak pernah menolak permintaan orang. Seolah apa pun yang beliau miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan. Beliau selalau melapangkan hati orang-orang yang sedang dalam kesusahan dan menyelesaikan masalah-masalah bagi orang yang mempunyai masalah. Keihklasan hati, akhlak serta keluhuran budi pekertinya membuat beliau sangat dicintai dan dihormati oleh masyarakat. Semua orang yang berada di dekatnya akan merasa nyaman. Bahkan setiap orang yang mengenal beliau akan merasa bahwa dialah orang yang akrab dengan sang habib ini. Ini karena perhatian beliau yang begitu besar terhadap semua orang yang ditemuinya. Beliau seorang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap faqir miskin, para janda dan anak yatim.
Rumah beliau tidak pernah sepi dari para tetamu yang datang, beliau sering mendapat kunjungan dari berbagai tokoh ulama, bahkan para pejabat tinggi Negara sekalipun. Mereka datang untuk bersilahturahmi sampai membahas berbagai permasalahan kehidupan. Al-Habib Sholeh melayani para tetamunya dengan penuh suka cita, siapa pun yang bertamu akan dijamu sebaik mungkin. Beliau menimba sendiri air sumur untuk keperluan mandi dan wudhu para tamunya. Al-habib Sholeh begitu hormat kapada tamunya, bahkan sebelum tamunya menikmati hidangan yang telah disediakan, beliau tak akan menyentuh hidangan itu. Beliau baru makan setelah hidangan itu disantap oleh para tamunya. Sebagaimana Sabda Rasul : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya”. Beliau selalu menasehatkan kepada para tamunya akan tiga hal, pertama, pentingnya menjalankan halat 5 waktu dan ancaman bagi siapa yang meninggalkannya,kedua, besarnya kedudukan orangtua dan kewajiban berbakti kepada keduanya, serta ancaman bagi siapa yang mendurhakainya, ketiga, pentingnya menjaga hubungan silahturahmi, beliau menegaskan bahwa orang yang menjaga hubungan silahturahmi dengan baik, maka Allah akan memanjangkan usianya, mempermudah urusannya dan memperbanyak rizqinya.
Mengenai resep agar doanya cepat terkabul, pernah suatu ketika ada orang
bertanya, “Ya, Habib Sholeh. Apa sih kelebihan ibadah Habib Sholeh yang
tidak orang lain lakukan, sehingga doa Habib Sholeh cepat terkabul?”
Habib Sholeh menjawab, “Mau tahu rahasianya?”
“Saya tidak pernah menaruh pispot di kepala saya.”
Orang itu bertanya kembali,”Apa maksudnya ya Habib?” tanya balik orang itu kepada Habib Sholeh.
“Menaruh pispot di kepala mu dalam beribadah. Artinya, janganlah membanggakan dunia. Janganlah bersaranakan dunia dengan beribadah.”
Dunia kata pujangga adalah permainan, karena itu harus dipermainkan. Jangan kita dipermainkan.
“Contohnya bagaimana ya Habib?”
“Pispot walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan bertahtakan intan berlian yang terbaik. Kalau dibuat topi, tetap akan membuat malu,” kata Habib Sholeh.
“Maksudnya?”
“Kalau orang mau membanggakan dunia, bermodalkan dunianya. Semisal untuk membanggakan diri tujuannya untuk mencari dunia, lihat saja orang itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin…,” terang Habib Sholeh. Selain itu, kata Habib Sholeh jangan melakukan dosa syirik.
Pernah pada suatu ketika saat beliau berkunjung ke Jakarta, kala itu beliau sedang berjalan bersama Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, kwitang, saat melintasi sebuah lapangan beliau melihat banyak sekali orang berkumpul untuk melakukan shalat istisqa (shalat sunnah untuk memohon kepada Allah,agar diturunkan hujan), lantaran pada saat itu Jakarta sedang dilanda kemarau panjang . Lalu Al-Habib Sholeh berkata kepada salah seorang mereka,”serahkan saja kepada ku, biarkanlah aku yang akan memohonkan kepada Allah agar diturunkan hujan bagi kalian”. tak lama kemudian setelah Al-Habib Sholeh menengadahkan tangan kelangit, seraya membaca do’a memohon kepada Allah meminta hujan, maka tidak berselang lama, hujan pun turun begitu derasnya. Banyak yang meyakini, bahwa beliau merupakan seorang wali yang dekat Nabi Khidir as, Al-Habib Sholeh tercatat sebagai peletak batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam di Surabaya. Bahkan beliau juga diangkat sebagai kepala penasihat di rumah sakit tersebut. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua takmir Masjid Jami’ di kota Jember. Konon pembangunan masjid jami’ tersebut dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat do’a dan keikutsertaan beliau dalam peletakan batu pertama.
Habib Sholeh menjawab, “Mau tahu rahasianya?”
“Saya tidak pernah menaruh pispot di kepala saya.”
Orang itu bertanya kembali,”Apa maksudnya ya Habib?” tanya balik orang itu kepada Habib Sholeh.
“Menaruh pispot di kepala mu dalam beribadah. Artinya, janganlah membanggakan dunia. Janganlah bersaranakan dunia dengan beribadah.”
Dunia kata pujangga adalah permainan, karena itu harus dipermainkan. Jangan kita dipermainkan.
“Contohnya bagaimana ya Habib?”
“Pispot walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan bertahtakan intan berlian yang terbaik. Kalau dibuat topi, tetap akan membuat malu,” kata Habib Sholeh.
“Maksudnya?”
“Kalau orang mau membanggakan dunia, bermodalkan dunianya. Semisal untuk membanggakan diri tujuannya untuk mencari dunia, lihat saja orang itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin…,” terang Habib Sholeh. Selain itu, kata Habib Sholeh jangan melakukan dosa syirik.
Pernah pada suatu ketika saat beliau berkunjung ke Jakarta, kala itu beliau sedang berjalan bersama Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, kwitang, saat melintasi sebuah lapangan beliau melihat banyak sekali orang berkumpul untuk melakukan shalat istisqa (shalat sunnah untuk memohon kepada Allah,agar diturunkan hujan), lantaran pada saat itu Jakarta sedang dilanda kemarau panjang . Lalu Al-Habib Sholeh berkata kepada salah seorang mereka,”serahkan saja kepada ku, biarkanlah aku yang akan memohonkan kepada Allah agar diturunkan hujan bagi kalian”. tak lama kemudian setelah Al-Habib Sholeh menengadahkan tangan kelangit, seraya membaca do’a memohon kepada Allah meminta hujan, maka tidak berselang lama, hujan pun turun begitu derasnya. Banyak yang meyakini, bahwa beliau merupakan seorang wali yang dekat Nabi Khidir as, Al-Habib Sholeh tercatat sebagai peletak batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam di Surabaya. Bahkan beliau juga diangkat sebagai kepala penasihat di rumah sakit tersebut. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua takmir Masjid Jami’ di kota Jember. Konon pembangunan masjid jami’ tersebut dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat do’a dan keikutsertaan beliau dalam peletakan batu pertama.
Pada suatu ketika seorang pecinta beliau bernama haji Abdurrasyid
mewakafkan tanahnya. Selanjutnya di atas tanah wakaf ini dibangun sebuah
masjid yang di beri nama Riyadhus Shalihin. Di masjid inilah yang
menjadi pusat semua kegiatan dakwah beliau lakukan. Dan sepeninggal
Al-Habib Sholeh kegiatan tersebut tetap dilanjutkan oleh keturunan
beliau sampai saat ini.
Menjelang kewafatannya beliau sering mengatakan kepada keluarganya,”
saya minta maaf, sebentar lagi saya akan pergi jauh. Yang rukun semuanya
ya, kalau saya pergi jangan sampai ada permusuhan diantara kalian”.
Waliyullah yang selalu do’anya dikabul itu wafat pada hari ahad 9 Syawal
1396 H, bertepatan dengan tahun 1976 M dalam usia 83 tahun. Beliau
meninggalkan 6 putra-putri, yaitu : Habib Abdullah , Habib Muhammad ,
Syarifah Nur, Syarifah Fatimah, Habib Ali, Syarifah Khadijah. Ribuan
manusia berbondong-bondong bertakziyah di kediaman beliau untuk
memberikan penghormatan terakhir, jalan, lorong dan gang disekitar
kediaman beliau penuh sesak oleh manusia yang datang. Shalat jenazah pun
dilakukan secara bergiliran sebanyak tiga kali, karena tempat yang
tersedia tidak mampu membendung luapan manusia yang datang. Jasad beliau
dimakamkan disamping Masjid Riyadhus Shalihin, Tanggul, Jember, Jawa
Timur.
Dalam surat takziyahnya seorang auliya panutan bani alawi saat ini, yang
juga merupakan sahabat Al-Habib Sholeh Tanggul, Al-Imam Al Maghfurlah
Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf (Jeddah-Saudi Arabia) beliau
berkata: “Al-Habib Sholeh telah meninggalkan kita, disaaat kita
membutuhkan do’a, bimbingan dan perhatiannya, namun Allah telah
berkehendak lain, Allah telah memilihkan beliau kenikmatan abadi di
sisi-Nya bersama penghulu seluruh umat manusia, Rasulullah SAW”.
Sholawat Manshub
Sholawat ini dari al-Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid (Habib Sholeh
Tanggul). Beliau berkata: "Sholawat ini dibaca 11 atau 41 kali dengan
niat untuk memperoleh kemudahan dan terkabulnya semua hajat, insya Alloh
akan mendapatkannya”. Kebanyakan orang yang meminta doa kepada beliau,
beliau memberikan sholawat ini.
Inilah teks Shalawat Manshub:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَغْفِرُ بِهَا الذُّنُوْبَ , وَتُصْلِحُ بِهَا
الْقُلُوْبَ , وَتَنْطَلِقُ بِهَا الْعُصُوْبُ , وَتَلِيْنُ بِهَا
الصُّعُوْبُ , وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ إِلَيْهِ مَنْسُوْبٌ
Pasar Soponyono - Rungkut .
Syair Cinta .
Kearifan Cinta
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang ...
Kearifan Cinta
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang ...
Langganan:
Postingan (Atom)